Breaking News
"Berita" adalah sajian informasi terkini yang mencakup peristiwa penting, fenomena sosial, perkembangan ekonomi, politik, teknologi, hiburan, hingga bencana alam, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Kontennya disusun berdasarkan fakta dan disampaikan secara objektif, akurat, dan dapat dipercaya sebagai sumber referensi publik.
Klik Disini Klik Disini Klik Disini Klik Disini

Perang di Donbas: Konflik Panjang yang Mengubah Wajah Ukraina dan Eropa Timur

Perang di Donbas: Konflik Panjang yang Mengubah Wajah Ukraina dan Eropa Timur

Info Penajam Di wilayah timur Ukraina yang dikenal dengan nama Donbas, telah berlangsung salah satu konflik paling kompleks dan berkepanjangan di Eropa abad ke-21. Sejak meletus pada tahun 2014, perang di Donbas tidak hanya menelan ribuan korban jiwa, tetapi juga mengguncang stabilitas politik, ekonomi, dan keamanan kawasan Eurasia. Kini, lebih dari satu dekade kemudian, perang ini masih meninggalkan luka mendalam dan menjadi simbol dari tarik-menarik geopolitik antara Rusia dan Barat.


Awal Mula Konflik: Dari Revolusi ke Pemberontakan

Akar perang di Donbas bermula dari peristiwa Revolusi Maidan pada awal tahun 2014. Saat itu, rakyat Ukraina turun ke jalan menuntut Presiden Viktor Yanukovych mundur setelah ia menolak menandatangani perjanjian kerja sama dengan Uni Eropa, dan malah memilih memperkuat hubungan dengan Rusia. Revolusi tersebut berhasil menggulingkan Yanukovych, namun juga memicu ketegangan politik yang luar biasa tajam antara kelompok pro-Barat dan pro-Rusia.

Tak lama setelah itu, Rusia mencaplok Semanjung Krimea pada Maret 2014. Langkah ini disusul dengan munculnya gerakan separatis bersenjata di wilayah Donetsk dan Luhansk, dua provinsi di bagian timur Ukraina yang mayoritas penduduknya berbahasa Rusia. Dari sinilah konflik bersenjata di Donbas dimulai.

Kelompok separatis yang menamakan diri sebagai Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Luhansk (LPR) memproklamasikan kemerdekaannya dari Ukraina. Pemerintah Ukraina menolak keras tindakan tersebut dan meluncurkan “Operasi Anti-Teror” untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai separatis.

Namun, di lapangan, konflik itu segera berubah menjadi perang besar antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis yang didukung oleh Rusia.

Perang di Donbas: Konflik Panjang yang Mengubah Wajah Ukraina dan Eropa Timur
Perang di Donbas: Konflik Panjang yang Mengubah Wajah Ukraina dan Eropa Timur

Baca Juga : Gaetano Chiaveri: Arsitek Jenius dari Italia yang Meninggalkan Jejak Abadi di Eropa


Peran Rusia yang Diperdebatkan

Sejak awal, banyak negara Barat menuduh Rusia berada di balik pemberontakan Donbas dengan memberikan dukungan senjata, logistik, dan pasukan bayaran. Moskow membantah tuduhan tersebut dan menyebut bahwa yang terjadi hanyalah “perang saudara” di Ukraina. Namun bukti-bukti lapangan, termasuk laporan dari PBB dan OSCE, menunjukkan adanya kehadiran militer Rusia di wilayah tersebut.

Selain dukungan militer, Rusia juga memberikan dukungan politik dan ekonomi kepada wilayah separatis. Hal ini semakin memperkuat posisi mereka, sementara Ukraina harus berjuang keras menegakkan kedaulatan di wilayah timurnya.


Perang yang Panjang dan Berdarah

Pertempuran di Donbas berlangsung sengit selama bertahun-tahun. Kota-kota seperti Donetsk, Luhansk, Debaltseve, dan Ilovaisk menjadi saksi pertempuran yang menghancurkan. Ribuan warga sipil tewas, ratusan ribu lainnya mengungsi meninggalkan rumah mereka. Infrastruktur rusak berat — dari jalan, sekolah, hingga rumah sakit.

PBB mencatat bahwa sejak 2014 hingga 2021, lebih dari 14.000 orang meninggal dunia, termasuk warga sipil, tentara Ukraina, dan pasukan separatis. Wilayah yang dulunya menjadi jantung industri batu bara dan baja Ukraina kini berubah menjadi zona perang yang hampir hancur total.

Upaya perdamaian sebenarnya sudah dilakukan melalui Perjanjian Minsk I (2014) dan Minsk II (2015), yang disepakati oleh Ukraina, Rusia, Jerman, dan Prancis di bawah pengawasan OSCE. Namun, kedua kesepakatan itu gagal dijalankan secara penuh. Gencatan senjata sering dilanggar, dan kontak senjata terus terjadi di garis depan.


Invasi Rusia 2022 dan Eskalasi Baru

Pada 24 Februari 2022, perang di Donbas memasuki babak baru ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke seluruh wilayah Ukraina. Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut operasi itu sebagai “demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina,” namun banyak pihak menilainya sebagai invasi penuh terhadap negara berdaulat.

Rusia mengklaim bahwa salah satu tujuannya adalah “melindungi” penduduk berbahasa Rusia di Donbas. Dua hari sebelum invasi, Putin secara resmi mengakui kemerdekaan DPR dan LPR, tindakan yang dikecam keras oleh PBB dan negara-negara Barat.

Sejak saat itu, wilayah Donbas menjadi pusat pertempuran paling intens dalam perang Rusia–Ukraina. Kota Mariupol, Severodonetsk, dan Bakhmut menjadi simbol kehancuran total akibat pertempuran panjang. Ribuan tentara dari kedua belah pihak gugur, dan jutaan warga sipil terpaksa mengungsi ke wilayah barat Ukraina maupun ke luar negeri.


Dampak Kemanusiaan dan Ekonomi

Perang di Donbas telah meninggalkan krisis kemanusiaan besar-besaran. Rumah-rumah hancur, sistem listrik lumpuh, dan pasokan air bersih sangat terbatas. Banyak warga yang terperangkap di daerah konflik hidup tanpa layanan medis atau bantuan kemanusiaan.

Ekonomi Ukraina pun terpukul hebat. Donbas yang dahulu dikenal sebagai pusat industri berat kini menjadi puing-puing. Ribuan pabrik tutup, tambang batu bara tidak lagi beroperasi, dan pengangguran meningkat tajam.

Sementara itu, dampak perang juga terasa hingga ke luar Ukraina. Eropa mengalami krisis energi dan pangan, sementara dunia menghadapi inflasi akibat gangguan pasokan gandum dan gas dari kawasan tersebut.


Perang Informasi dan Politik Global

Selain pertempuran di medan perang, konflik di Donbas juga menjadi ajang perang informasi dan propaganda antara Rusia dan Barat. Media sosial dipenuhi narasi saling tuduh, sementara masyarakat dunia terpecah dalam pandangan politik.

Bagi Rusia, perang ini dianggap sebagai pertahanan terhadap pengaruh NATO yang semakin dekat ke perbatasannya. Sedangkan bagi Ukraina dan sekutunya, ini adalah perjuangan mempertahankan kedaulatan dan demokrasi.


Masa Depan Donbas: Masih Penuh Ketidakpastian

Hingga kini, wilayah Donbas tetap menjadi medan tempur paling panas di Ukraina. Rusia telah mengklaim bahwa Donetsk dan Luhansk telah menjadi bagian dari Federasi Rusia, namun Ukraina dan dunia internasional tidak mengakuinya.

Di sisi lain, proses perdamaian masih jauh dari harapan. Setiap kali ada upaya gencatan senjata, pertempuran kembali pecah. Banyak pihak khawatir bahwa perang ini bisa berlangsung bertahun-tahun dan membentuk “zona konflik beku” seperti yang terjadi di Georgia atau Moldova.


Konflik yang Mengubah Sejarah Eropa

Perang di Donbas bukan sekadar konflik lokal antara dua wilayah. Ia telah menjadi simbol perubahan besar dalam tatanan geopolitik global. Hubungan Rusia dengan Barat berada di titik terendah sejak era Perang Dingin, sementara Ukraina semakin memperkuat orientasi pro-Eropanya dan memperjuangkan keanggotaannya di Uni Eropa serta NATO.

Bagi rakyat Ukraina, perang ini bukan hanya soal wilayah, melainkan soal identitas, kebebasan, dan masa depan.
Dan bagi dunia, Donbas menjadi pengingat bahwa di balik politik dan perebutan kekuasaan, ada jutaan manusia biasa yang harus menanggung penderitaan akibat perang yang tampaknya belum akan berakhir.

tokopedia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *